RENUNGAN
Kau Kini tumbuh besar kawan,
Kau lihat Ayah semakin menua dan melemah
Kini,
Dia berbeda dengan yang dulu
Dulu Ia berani berbicara dengan nada keras ketika kau salah
Tapi kini, nadanya suaranya begitu rendah padamu
Dulu ia berani otoriter terhadapmu,
Tapi kini kau selalu di minta pendapat olehnya
Dulu tangannya begitu mudah melayang padamu
Kini tangannya sulit untuk menyentuhmu dengan kekasaran
Ia menyekolahkanmu,
Sehiingga ia menghargaimu bahwa Engkau orang berilmu
Ia melihat kau mulai berprestasi,
Sehingga Ia melihatmu tidak sebagai orang biasa
Ia melihatmu diperlukan banyak orang
Sehingga ada rasa segan padanya untuk memperlakukanmu sebagaimana dulu
Ia melihat Dirimu sudah bisa mencari uang
Sehingga Dia merasa bahwa kau sudah madiri
kawan,
Apakah karena berilmu,
lalu kita berani membodoh-bodohkan bapak tua kita
Apakah karena sudah bisa mencari uang sendiri lalu kita perlakukan mereka seperti babu
Apakah karena kita diperlukan banyak orang,
kita anggap mereka tak berharga
Kita sibuk dengan proyek dan bisnis… tanpa ada sapa untuk mereka
Apakah karena Kau sudah merasa Menjadi raja, kau Anggap mereka Pembantu atau orang kampong pinggiran yang tak berguna
lihatlah kau sudah mulai lupa cium tangan, cium pipi dan kening pada ibu
Bodoh sekali, kalau semua itu membuat kita
Memandang rendah bapak dan ibu,
Hanya karena Alasan karier, uang, profesi, dan teman-teman yang belum tentu setia
Telah membeli drajat kita sebagai manusia.
Kalau diantara kita ada yg seperti itu!!
KAU telah menjual bapak dan ibumu,
kau telah menghilangkan kerinduan dalam hati mereka memiliki seorang anak.
Setelah sekian lama diperjuangkan, kini kau melupakannya…
Untuk apa kau hidup, kau bekerja, kau belajar… percuma!!!
Ingat,
Mereka semakin menghargaimu semakin kau bertambah besar,
Ia juga semakin besar menyimpan harapan dipundakmu…
Karena Kau anak yang ia Banggakan, anak yang ia jagokan kawan…
Tangismu tak berguna kawan, buatlah mereka tersenyum dan menangis memiliki anak sepertimu.
Bukan menangis sakit hati, tapi bangga. Bahwa Anaknya… anaknya yang dulu ia dambakan...
Kau lihat Ayah semakin menua dan melemah
Kini,
Dia berbeda dengan yang dulu
Dulu Ia berani berbicara dengan nada keras ketika kau salah
Tapi kini, nadanya suaranya begitu rendah padamu
Dulu ia berani otoriter terhadapmu,
Tapi kini kau selalu di minta pendapat olehnya
Dulu tangannya begitu mudah melayang padamu
Kini tangannya sulit untuk menyentuhmu dengan kekasaran
Ia menyekolahkanmu,
Sehiingga ia menghargaimu bahwa Engkau orang berilmu
Ia melihat kau mulai berprestasi,
Sehingga Ia melihatmu tidak sebagai orang biasa
Ia melihatmu diperlukan banyak orang
Sehingga ada rasa segan padanya untuk memperlakukanmu sebagaimana dulu
Ia melihat Dirimu sudah bisa mencari uang
Sehingga Dia merasa bahwa kau sudah madiri
kawan,
Apakah karena berilmu,
lalu kita berani membodoh-bodohkan bapak tua kita
Apakah karena sudah bisa mencari uang sendiri lalu kita perlakukan mereka seperti babu
Apakah karena kita diperlukan banyak orang,
kita anggap mereka tak berharga
Kita sibuk dengan proyek dan bisnis… tanpa ada sapa untuk mereka
Apakah karena Kau sudah merasa Menjadi raja, kau Anggap mereka Pembantu atau orang kampong pinggiran yang tak berguna
lihatlah kau sudah mulai lupa cium tangan, cium pipi dan kening pada ibu
Bodoh sekali, kalau semua itu membuat kita
Memandang rendah bapak dan ibu,
Hanya karena Alasan karier, uang, profesi, dan teman-teman yang belum tentu setia
Telah membeli drajat kita sebagai manusia.
Kalau diantara kita ada yg seperti itu!!
KAU telah menjual bapak dan ibumu,
kau telah menghilangkan kerinduan dalam hati mereka memiliki seorang anak.
Setelah sekian lama diperjuangkan, kini kau melupakannya…
Untuk apa kau hidup, kau bekerja, kau belajar… percuma!!!
Ingat,
Mereka semakin menghargaimu semakin kau bertambah besar,
Ia juga semakin besar menyimpan harapan dipundakmu…
Karena Kau anak yang ia Banggakan, anak yang ia jagokan kawan…
Tangismu tak berguna kawan, buatlah mereka tersenyum dan menangis memiliki anak sepertimu.
Bukan menangis sakit hati, tapi bangga. Bahwa Anaknya… anaknya yang dulu ia dambakan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar